Sabtu, 23 September 2017

Maju Bersama GELIS dan GETUK BUTIK

Oleh Siti Hida Farhatun


            Tenggorokan mendadak tercekat, pupil mata terasa mengecil, jantung berdetak tidak seperti biasanya, lebih cepat, saat membaca setiap kata pada pesan singkat yang dikirimkan seorang teman…Apa itu literasi? literasi hanyalah sebuah ruang dengan tumpukan buku. Buku dan tumpukan, hanyalah sebatas itu yang terlihat saat matanya melihat sebuah pojok kelas, dengan karpet berwarna, banner warna warni, dan 2 keranjang buku bacaan.
            Dengan cepat menarik nafas yang dalam sambil tersenyum manis dan berusaha memanipulasi rasa yang berkecamuk dihati, teringat sedang berhadapan dengan anak muda yang butuh seseorang kuat, perlahan tapi pasti dengan nada suara tegas “biarkan saja, kita harus terus semangat, kita akan buktikan bahwa langkah ini akan terus berjalan, sukses dan bermanfaat”.
            Siang terik itu, teringat mendadak mendapatkan tugas untuk menghadiri rapat tentang kegiatan literasi dari pengawas sekolah. Dalam hati bertanya, apa itu literasi, dikarenakan perintah atasan, sayapun berangkat dengan si beaty (Motor ringan bertenaga super) sambil berharap semoga ada kebermanfaatan didalamnya. Kegiatan literasi yang dilaksanakan menghadirkan bapak Satria Darma, seorang tokoh literasi nasional. Selayaknya anak baru yang memasuki dunia sekolah, sayapun duduk dengan wajah penuh tanya sambil sesekali mencuri pandang memperhatikan satu satu peserta kegiatan. Sedikit terperangah saat menangkap sosok yang sepertinya tidak asing, ada diantara peserta kegiatan guru SMA saya dulu, guru Bahasa Indonesia, menebak dalam hati sepertinya ini erat pertalian saudaranya dengan pembelajaran bahasa Indonesia, bermodal kepercayaan diri tingkat tinggi maka sebelum kegiatan dimulai sayapun berkenalan dan bertukar kontak komunikasi. Saat itu hati yang paling dalam mengirimkan sinyal bahwa ini hal besar dan saya harus berada diantaranya. Tibalah saat  pembicara hadir dan memaparkan tentang literasi melalui program Gerakan Literasi Sekolah, rasanya mata ini berbinar- binar, pipi bersemu merah, mendadak telinga terasa lebih lebar karena berusaha bisa mendengar setiap informasi tentang literasi di sekolah. Mendengar penjelasan pembicara, jatuh hatiku, tetiba terbesit dalam hati memberi nama pada gerakan ini, aku menyebutnya dengan GELIS (Gerakan LIterasi Sekolah)…ah, ini program luar biasa, kenapa saya baru mengetahuinya, berada di ibukota, ternyata tidak cukup memberikan kesempatan untuk mengetahui lebih awal, namun tidak ada kata terlambat untuk memulai dunia indah ini. GELISku, akan banyak orang yang jatuh hati padamu.
            Kegiatan singkat di siang yang terik itu, seperti gerbang yang hanya terbuka sedikit, telah berhasil membuatku penasaran. Seusai kegiatan kuputuskan segera menemui sang pemberi perintah, melaporkan kegiatan, dan menggali lebih dalam tentang si GELIS. Saat itu beliau memberikan tantangan agar dapat memulainya disekolah, dengan tersenyum manis namun sedikit pahit terpaksa kujawab tantangan itu sambil berdoa dalam hati berharap Dia akan memberi saya jalan untuk mengenal literasi lebih jauh dan mendalam sebelum memulainya.
            Sepertinya Tuhan, alam, dan keberuntungan menaungi, hasil dari tingkat kepercayaan diri yang tinggi saat kegiatan siang yang terik itu, pesan singkat terkirim diajak teman guru sesama peserta kegiatan untuk menjadi panitia kegiatan Festival Literasi Jakarta, yes…. saya bersedia. Dengan beaty yang selalu setia, berkali-kali harus menghadiri rapat yang cukup jauh dan sampai sore bahkan malam hari, meski lelah mendera, tapi dijalani dengan senang hati, karena ini adalah pemberian kesempatan dariNya melalui bisikan hati agar lebih mengenal si GELIS. Festival ini menjadi alasan pertama saya untuk memasuki dunia literasi ke sekolah, dengan modal nekat dan sekali lagi kepercayaan diri tingkat tinggi, menghadap kepala sekolah dan menyampaikan keinginan untuk membuat buku karya anak-anak untuk diikutsertakan pada kegiatann FLJ, yes….akhirnya SIL (surat ijin literasi) pun didapat. Dengan waktu yang sangat singkat, dibantu oleh beberapa teman, anak-anak memulai mengumpulkan hasil karya berupa puisi, cerita pendek, pantun. Banyak karya yang diterima, menandakan anak-anak sangat antusias dan senang sekali, maka dengan cepat kami harus memilah karya terbaik yang akan dimasukkan buku karya sekolah, karya yang tingkat original tinggi dan menarik. Jari jemari menari indah mengetik ulang hasil karya anak-anak, dan dengan dibantu teman yang hebat dibidang cetak mencetak, akhirnya berhasil menghasilkan sebuah buku dengan kumpulan karya sekolahku. Rasa haru memuncah, tanpa terasa mataku panas, berlian cair itu menguasai padanganku, tanganku bergetar membelai lembut cover buku itu, buku kumpulan karya terbaik anak-anak sekolahku. Akhirnya sekolahku punya karya untuk dipamerkan di kegiatan besar, meski berada diruang yang kecil untuk buku karya karena harus bergabung dengan sekolah lain. Bangga karena sekolahku, sekolah tingkat sekolah dasar, bisa mengikrarkan diri, bersama dalam langkah Gerakan Literasi Sekolah. Bangga karena buku karya sekolah saat pameran dibaca, dikagumi karena dikemas dengan buku yang menarik. Meski belum sempurna, tapi ini langkah awal yang manis untuk dikenang.
             Buku karya itu semakin membakar semangat diri agar si GELIS bisa diminati di sekolah. Selayaknya seorang pejuang, menyiapkan amunisi dan senjata adalah suatu keharusan untuk menang dan sukses dalam perjuangan. Saya adalah pejuang GELIS, dengan kekuatan bulan akan menghadapi tantangan yang ada. Sebelum ke kepala sekolah, langkah pertama adalah mengumpulkan tim sukses si GELIS yakni sesama teman guru di sekolah. Langkah kedua yaitu membuat program sederhana GELIS yaitu 15 menit membaca sebelum pembelajaran, perpustakaan kelas dengan pojok literasi dan gerakan satu buku satu anak, satu anak menyumbangkan satu buku untuk dijadikan bahan bacaan dikelas.
             Sesudah siap dengan program dan tim sukses yang solid, langkah selanjutnya yaitu menghadap kepala sekolah dan memberikan paparan program dengan penuh semangat dan percaya diri. Dan akhirnya ijin itupun didapat, kepala sekolah berjanji akan membawanya ke forum rapat para guru serta komite sekolah agar dapat mendukung dan mensukseskan si GELIS. GELIS, aku yakin kamu akan jadi primadona sekolah.
Tibalah hari itu, langkah awal untuk menggerakkan program GELIS. Pada waktu yang telah ditentukan, memberikan presentasi didepan rekan guru dan komite sekolah tentang si GELIS. Gerakan Literasi Sekolah merupakan sebuah gerakan untuk memperkuat penumbuhan budi pekerti siswa yang merupakan salah satu program Kemdikbud yag tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 yang bertujuan menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik, dan tercipta pembelajaran sepanjang hayat, lalu akupun melanjutkannya dengan mengungkapkan program-program sederhana yang telah kami susun.
Rasa syukur yang tidak terhingga saat teman-teman guru dan komite kelas menyambut baik dan bersemangat atas kedatangan si GELIS. Tidak butuh waktu yang lama, para orang tua dengan senang dan suka rela menyiapkan buku, karpet kecil, rak-rak dan membawanya ke sekolah. GELIS secepat kilat menjadi terkenal dan trend topik para sosialita disekolah. Program membaca 15 menit sebelum pembelajaran dan pojok literasi dikelas tersebut bisa sukses dijalankan disekolah.   Namun jalan tidak selamanya mulus, halus seperti kulit para artis, diperjalanan waktu mendapat komentar pedas level 10, komentator sekaligus kritikus handal di sekolah mengatakan menurutnya literasi adalah sebuah ruang dengan tumpukan buku. Entah karena wawasannya yang sangat sederhana dan sempit atau rasa malas menjadi pasukan literasi sehingga sang kritikus itu berkomentar seperti itu, namun kritik terkadang memang perlu ditanggapi dengan positif, GELIS tetap semangat.
Terbukti akibat ulah kritikus itu pasukan si GELIS semakin menggila dan berani, saat kami melihat membaca menjadi rutinitas anak-anak, tanpa diperintah, anak-anak membaca sendiri buku-buku dipojokkan kelas bahkan saat satu persatu teman guru, menjadikan pojok literasi yang lebih menyenangkan dan nyaman dikelas. Dengan kekuatan bulan, kami mengajukan diri, agar GELIS dapat dimasukkan didalam kurikulum sekolah, menjadi program pembiasaan, mengaktifkan wajib membaca kunjungan perpustakaan dan memasang internet dengan jangkauan luas ke kelas, agar guru dapat memanfaatkan internet dalam pembelajaran dan berliterasi dengan menggunakan internet. Dan semua itu dikabulkan oleh kepala sekolah…yes, kepala sekolah seperti ini memang keren, selama membawa manfaat dan kebaikan untuk memajukan pendidikan disekolah, akan didukung secara moril dan materil.
            Namun semua itu bukanlah cerita dongeng yang semuanya terasa indah dan menyenangkan. Program yang bagus, kepala sekolah yang mendukung, teman-teman yang semangat, tidak serta merta menjadikan perjalanan GELIS ini mulus seperti jalan tol Cipali. Kami harus menghadapi kendala-kendala teknis yang memerlukan kesabaran dan tenaga ekstra, seperti semangat anak-anak dan guru yang turun naik, kegiatan sekolah yang silih berganti dan keperluan finansial penunjang.
Terkadang datangnya masalah, mendadak membuat seseorang berfikir lebih kreatif agar GELIS ini sukses dan tetap diminati. Melalui rapat meja kotak, memutuskan mengkombinasi kegiatan GELIS dengan kegiatan lainnya. Untuk menyemangati anak-anak dan guru, dibuatlah award seperti pembaca buku tersering, peminjam buku terbanyak, dan guru yang selalu ber GELIS dikelas. Dan yang menarik lagi, untuk membantu kegiatan dari sisi finansial, maka dibuatlah program GETUK BUTIK. GETUK BUTIK yakni gerakan tukar buku dengan plastik,  maksudnya menukar buku yang ada dikelas maupun diperpustakaan dengan plastik bekas seperti botol plastik, gelas plastik sesudah mereka jajan dikantin. Keuntungan gerakan ini dapat dinikmati oleh banyak pihak. Untuk anak-anak, dengan menukarkan plastik bekas itu, mereka mendapatkan kesempatan untuk membawa buku yang dipinjam kerumah dengan waktu yang lebih lama. Sedangkan untuk sekolah, lingkungan menjadi bersih, ramah lingkungan dan bisa menghasilkan kemampuan finansial dengan menjual platik bekas tersebut ke pengepul. Hasil dari penjualan plastik itu, akan membantu finansial si GELIS agar sukses.

            Kami percaya, meski perlu kesabaran, keuletan dan tenaga yang tidak biasa, program GELIS dengan GETUK BUTIKnya akan  mewujudkan terciptanya pembelajaran sepanjang hayat. Dan akupun bernafas lega dengan senyuman yang terus ada disudut bibirku. Terima kasih Tuhan, semoga usaha kami tidak sia-sia dan akan berjalan terus.

2 komentar:

[BANGKOK JOURNAL PART 1: 46th APDSA ANNUAL CONGRESS 2019]

 46th ASIA PACIFIC DENTAL STUDENT ASSOCIATION ANNUAL CONGRESS 2019 THAILAND OKAY HUFT! After dealing with problems, I finally make this...