Sabtu, 23 September 2017

Maju Bersama GELIS dan GETUK BUTIK

Oleh Siti Hida Farhatun


            Tenggorokan mendadak tercekat, pupil mata terasa mengecil, jantung berdetak tidak seperti biasanya, lebih cepat, saat membaca setiap kata pada pesan singkat yang dikirimkan seorang teman…Apa itu literasi? literasi hanyalah sebuah ruang dengan tumpukan buku. Buku dan tumpukan, hanyalah sebatas itu yang terlihat saat matanya melihat sebuah pojok kelas, dengan karpet berwarna, banner warna warni, dan 2 keranjang buku bacaan.
            Dengan cepat menarik nafas yang dalam sambil tersenyum manis dan berusaha memanipulasi rasa yang berkecamuk dihati, teringat sedang berhadapan dengan anak muda yang butuh seseorang kuat, perlahan tapi pasti dengan nada suara tegas “biarkan saja, kita harus terus semangat, kita akan buktikan bahwa langkah ini akan terus berjalan, sukses dan bermanfaat”.
            Siang terik itu, teringat mendadak mendapatkan tugas untuk menghadiri rapat tentang kegiatan literasi dari pengawas sekolah. Dalam hati bertanya, apa itu literasi, dikarenakan perintah atasan, sayapun berangkat dengan si beaty (Motor ringan bertenaga super) sambil berharap semoga ada kebermanfaatan didalamnya. Kegiatan literasi yang dilaksanakan menghadirkan bapak Satria Darma, seorang tokoh literasi nasional. Selayaknya anak baru yang memasuki dunia sekolah, sayapun duduk dengan wajah penuh tanya sambil sesekali mencuri pandang memperhatikan satu satu peserta kegiatan. Sedikit terperangah saat menangkap sosok yang sepertinya tidak asing, ada diantara peserta kegiatan guru SMA saya dulu, guru Bahasa Indonesia, menebak dalam hati sepertinya ini erat pertalian saudaranya dengan pembelajaran bahasa Indonesia, bermodal kepercayaan diri tingkat tinggi maka sebelum kegiatan dimulai sayapun berkenalan dan bertukar kontak komunikasi. Saat itu hati yang paling dalam mengirimkan sinyal bahwa ini hal besar dan saya harus berada diantaranya. Tibalah saat  pembicara hadir dan memaparkan tentang literasi melalui program Gerakan Literasi Sekolah, rasanya mata ini berbinar- binar, pipi bersemu merah, mendadak telinga terasa lebih lebar karena berusaha bisa mendengar setiap informasi tentang literasi di sekolah. Mendengar penjelasan pembicara, jatuh hatiku, tetiba terbesit dalam hati memberi nama pada gerakan ini, aku menyebutnya dengan GELIS (Gerakan LIterasi Sekolah)…ah, ini program luar biasa, kenapa saya baru mengetahuinya, berada di ibukota, ternyata tidak cukup memberikan kesempatan untuk mengetahui lebih awal, namun tidak ada kata terlambat untuk memulai dunia indah ini. GELISku, akan banyak orang yang jatuh hati padamu.
            Kegiatan singkat di siang yang terik itu, seperti gerbang yang hanya terbuka sedikit, telah berhasil membuatku penasaran. Seusai kegiatan kuputuskan segera menemui sang pemberi perintah, melaporkan kegiatan, dan menggali lebih dalam tentang si GELIS. Saat itu beliau memberikan tantangan agar dapat memulainya disekolah, dengan tersenyum manis namun sedikit pahit terpaksa kujawab tantangan itu sambil berdoa dalam hati berharap Dia akan memberi saya jalan untuk mengenal literasi lebih jauh dan mendalam sebelum memulainya.
            Sepertinya Tuhan, alam, dan keberuntungan menaungi, hasil dari tingkat kepercayaan diri yang tinggi saat kegiatan siang yang terik itu, pesan singkat terkirim diajak teman guru sesama peserta kegiatan untuk menjadi panitia kegiatan Festival Literasi Jakarta, yes…. saya bersedia. Dengan beaty yang selalu setia, berkali-kali harus menghadiri rapat yang cukup jauh dan sampai sore bahkan malam hari, meski lelah mendera, tapi dijalani dengan senang hati, karena ini adalah pemberian kesempatan dariNya melalui bisikan hati agar lebih mengenal si GELIS. Festival ini menjadi alasan pertama saya untuk memasuki dunia literasi ke sekolah, dengan modal nekat dan sekali lagi kepercayaan diri tingkat tinggi, menghadap kepala sekolah dan menyampaikan keinginan untuk membuat buku karya anak-anak untuk diikutsertakan pada kegiatann FLJ, yes….akhirnya SIL (surat ijin literasi) pun didapat. Dengan waktu yang sangat singkat, dibantu oleh beberapa teman, anak-anak memulai mengumpulkan hasil karya berupa puisi, cerita pendek, pantun. Banyak karya yang diterima, menandakan anak-anak sangat antusias dan senang sekali, maka dengan cepat kami harus memilah karya terbaik yang akan dimasukkan buku karya sekolah, karya yang tingkat original tinggi dan menarik. Jari jemari menari indah mengetik ulang hasil karya anak-anak, dan dengan dibantu teman yang hebat dibidang cetak mencetak, akhirnya berhasil menghasilkan sebuah buku dengan kumpulan karya sekolahku. Rasa haru memuncah, tanpa terasa mataku panas, berlian cair itu menguasai padanganku, tanganku bergetar membelai lembut cover buku itu, buku kumpulan karya terbaik anak-anak sekolahku. Akhirnya sekolahku punya karya untuk dipamerkan di kegiatan besar, meski berada diruang yang kecil untuk buku karya karena harus bergabung dengan sekolah lain. Bangga karena sekolahku, sekolah tingkat sekolah dasar, bisa mengikrarkan diri, bersama dalam langkah Gerakan Literasi Sekolah. Bangga karena buku karya sekolah saat pameran dibaca, dikagumi karena dikemas dengan buku yang menarik. Meski belum sempurna, tapi ini langkah awal yang manis untuk dikenang.
             Buku karya itu semakin membakar semangat diri agar si GELIS bisa diminati di sekolah. Selayaknya seorang pejuang, menyiapkan amunisi dan senjata adalah suatu keharusan untuk menang dan sukses dalam perjuangan. Saya adalah pejuang GELIS, dengan kekuatan bulan akan menghadapi tantangan yang ada. Sebelum ke kepala sekolah, langkah pertama adalah mengumpulkan tim sukses si GELIS yakni sesama teman guru di sekolah. Langkah kedua yaitu membuat program sederhana GELIS yaitu 15 menit membaca sebelum pembelajaran, perpustakaan kelas dengan pojok literasi dan gerakan satu buku satu anak, satu anak menyumbangkan satu buku untuk dijadikan bahan bacaan dikelas.
             Sesudah siap dengan program dan tim sukses yang solid, langkah selanjutnya yaitu menghadap kepala sekolah dan memberikan paparan program dengan penuh semangat dan percaya diri. Dan akhirnya ijin itupun didapat, kepala sekolah berjanji akan membawanya ke forum rapat para guru serta komite sekolah agar dapat mendukung dan mensukseskan si GELIS. GELIS, aku yakin kamu akan jadi primadona sekolah.
Tibalah hari itu, langkah awal untuk menggerakkan program GELIS. Pada waktu yang telah ditentukan, memberikan presentasi didepan rekan guru dan komite sekolah tentang si GELIS. Gerakan Literasi Sekolah merupakan sebuah gerakan untuk memperkuat penumbuhan budi pekerti siswa yang merupakan salah satu program Kemdikbud yag tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 yang bertujuan menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik, dan tercipta pembelajaran sepanjang hayat, lalu akupun melanjutkannya dengan mengungkapkan program-program sederhana yang telah kami susun.
Rasa syukur yang tidak terhingga saat teman-teman guru dan komite kelas menyambut baik dan bersemangat atas kedatangan si GELIS. Tidak butuh waktu yang lama, para orang tua dengan senang dan suka rela menyiapkan buku, karpet kecil, rak-rak dan membawanya ke sekolah. GELIS secepat kilat menjadi terkenal dan trend topik para sosialita disekolah. Program membaca 15 menit sebelum pembelajaran dan pojok literasi dikelas tersebut bisa sukses dijalankan disekolah.   Namun jalan tidak selamanya mulus, halus seperti kulit para artis, diperjalanan waktu mendapat komentar pedas level 10, komentator sekaligus kritikus handal di sekolah mengatakan menurutnya literasi adalah sebuah ruang dengan tumpukan buku. Entah karena wawasannya yang sangat sederhana dan sempit atau rasa malas menjadi pasukan literasi sehingga sang kritikus itu berkomentar seperti itu, namun kritik terkadang memang perlu ditanggapi dengan positif, GELIS tetap semangat.
Terbukti akibat ulah kritikus itu pasukan si GELIS semakin menggila dan berani, saat kami melihat membaca menjadi rutinitas anak-anak, tanpa diperintah, anak-anak membaca sendiri buku-buku dipojokkan kelas bahkan saat satu persatu teman guru, menjadikan pojok literasi yang lebih menyenangkan dan nyaman dikelas. Dengan kekuatan bulan, kami mengajukan diri, agar GELIS dapat dimasukkan didalam kurikulum sekolah, menjadi program pembiasaan, mengaktifkan wajib membaca kunjungan perpustakaan dan memasang internet dengan jangkauan luas ke kelas, agar guru dapat memanfaatkan internet dalam pembelajaran dan berliterasi dengan menggunakan internet. Dan semua itu dikabulkan oleh kepala sekolah…yes, kepala sekolah seperti ini memang keren, selama membawa manfaat dan kebaikan untuk memajukan pendidikan disekolah, akan didukung secara moril dan materil.
            Namun semua itu bukanlah cerita dongeng yang semuanya terasa indah dan menyenangkan. Program yang bagus, kepala sekolah yang mendukung, teman-teman yang semangat, tidak serta merta menjadikan perjalanan GELIS ini mulus seperti jalan tol Cipali. Kami harus menghadapi kendala-kendala teknis yang memerlukan kesabaran dan tenaga ekstra, seperti semangat anak-anak dan guru yang turun naik, kegiatan sekolah yang silih berganti dan keperluan finansial penunjang.
Terkadang datangnya masalah, mendadak membuat seseorang berfikir lebih kreatif agar GELIS ini sukses dan tetap diminati. Melalui rapat meja kotak, memutuskan mengkombinasi kegiatan GELIS dengan kegiatan lainnya. Untuk menyemangati anak-anak dan guru, dibuatlah award seperti pembaca buku tersering, peminjam buku terbanyak, dan guru yang selalu ber GELIS dikelas. Dan yang menarik lagi, untuk membantu kegiatan dari sisi finansial, maka dibuatlah program GETUK BUTIK. GETUK BUTIK yakni gerakan tukar buku dengan plastik,  maksudnya menukar buku yang ada dikelas maupun diperpustakaan dengan plastik bekas seperti botol plastik, gelas plastik sesudah mereka jajan dikantin. Keuntungan gerakan ini dapat dinikmati oleh banyak pihak. Untuk anak-anak, dengan menukarkan plastik bekas itu, mereka mendapatkan kesempatan untuk membawa buku yang dipinjam kerumah dengan waktu yang lebih lama. Sedangkan untuk sekolah, lingkungan menjadi bersih, ramah lingkungan dan bisa menghasilkan kemampuan finansial dengan menjual platik bekas tersebut ke pengepul. Hasil dari penjualan plastik itu, akan membantu finansial si GELIS agar sukses.

            Kami percaya, meski perlu kesabaran, keuletan dan tenaga yang tidak biasa, program GELIS dengan GETUK BUTIKnya akan  mewujudkan terciptanya pembelajaran sepanjang hayat. Dan akupun bernafas lega dengan senyuman yang terus ada disudut bibirku. Terima kasih Tuhan, semoga usaha kami tidak sia-sia dan akan berjalan terus.

Rabu, 19 Juli 2017

Full Day School : Kebijakan Pendidikan Tidak Jelas?!



Aloo teman-teman semua ehehe. Di saat libur gini enaknya nulis kali ya. Berhubung ini pertama kalinya juga nulis beneran buat blog hehe. Jadi kali ini keknya seru nih bahas salah satu keputusan pemerintah yang lagi lumayan hangat diobrolin. Obrolan ini datang dari keputusan Full Day School yang katanya dikeluarkan dari Kemendikbud. Tapi bener gak si kebijakan itu bener-bener dikeluarin sama Kemendikbud?. Pusing juga kalo baca di media-media. Soalnya kan beda-beda gitu. Kemendikbud bilangnya mereka nggak pernah ngeluarin kebijakan itu. Wah mana nih yang bener. Nah, biar nggak pada bingung. Yuk simak informasi tambahan dibawah ini J

Jadi ceritanya gini, tanggal 19 Juni lalu saya bersilaturahim ke kediaman bapak Muhadjir, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, di daerah Senayan. Di tengah mengobrol dan bercerita, yang salah satu isi obrolan menyangkut pendidikan di Indonesia, Bapak Muhadjir meluruskan bahwa Kemendikbud tidak pernah meluncurkan program Full Day School seperti yang sekarang ini cukup ramai dibicarakan. Kemendikbud memang mengeluarkan program baru yang disebut PPK (pendidikan penguatan karakter) bukan Full Day School  atas perintah bapak Jokowi yang menginginkan pendidikan di Indonesia 70% isinya pendidikan karakter dan 30% lainnya untuk keilmuan. Beliau menegaskan istilah Full Day School hanya istilah yang dibuat wartawan saja.
Sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa ada kebijakan PPK?

1). Teman-teman pernah dong dengar kalau guru harus mengajar 24 jam dalam seminggu?. Apabila waktunya kurang maka harus mencari sekolah lain. Intinya, dalam seminggu guru harus mengajar selama 24 jam untuk mendapat tunjangan profesi. Untuk daerah besar seperti Jakarta mungkin tidak terlalu sulit untuk mencari sekolah “tambahan”. Namun, untuk daerah-daerah terpencil yang jarak antar seklahnya berkilo-kilo meter itu akan membuang waktu. Belum lagi ketika sampai di sekolah “tambahan” murid-murid disana tidak ada sehingga sekolah sering kali kosong :’( . Nah, kalau sudah begini gurnya mau ngajar siapa?. Oleh sebab itu, dengan adanya kebijakan PPK, guru cukup mengajar di sekolahnya selama 8 jam/hari. Jadi tidak perlu lagi mencari sekolah “tambahan” untuk mendapat tunjangan profesi.

Wah gilak 8 jam sehari? Ngapain aja tuh? Anak dipaksa belajar selama itu? Nggak kasian apa masa anak SD disuruh belajar segitu lama?

Ketika ditanya, 8 jam perhari ngapain aja pak?Belajar di kelas?capek banget kali pak?lagian kan mata pelajaran sekarang sedikit-sedikit babnya misal agama.

Dengan santai bapak Muhadjir berguyon, “8 jam sehari itu bukan hanya belajar di kelas. Kalau 8 jam perhari itu cuma dikelas, jangankan guru, setan aja nggak kuat di kelas 8 jam”.

Jika ada yang bertanya, selama ini kan kita sudah belajar 8 jam sehari, di SMA saja belajar di kelas sejak pukul 06.30-15.00 jadi nggak ngaruh dong dan anak SMA kuat aja tuh. Tapi kan disini kita membicarakan pendidikan dari SD sampai SMA. Untuk adik adik SD dan SMP memang dengan adanya kebijakan ini maka waktu belajar mereka menjadi bertambah.

Kembali ke 8 jam yang dibicarkan bapak Muhadjir,belajar 8 jam perhari itulah yang tujuannya penguatan karakter bukan hanya di dalam kelas.
Jadi begini, pembelajaran di sekolah terdiri dari 3 jenis yaitu intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler.

Intra artinya pembelajaran di dalam kelas. Kokurikuler itu kegiatan yang menunjang dan erat hubungannya dengan intrakurikuler yang biasanya dilaksanakan diluar jam belajar di dalam kelas misalnya penugasan proyek.  Sedangkan ekstrakurikuler itu kegiatan tambahan misalnya menari, bermain musik, menggambar, dll.

Dengan adanya belajar 8 jam sehari ini, pak mentri ingin 3 komponen di atas terintegrasi. Jadi nggak cuma intrakurikulernya aja yang ditekankan tapi ekstra dan kokurikuler juga sama-sama ditekankan.

Ahela lu, banyakan teori. Aplikasinya mana?. Weitss sabar bozz

Aplikasinya gini, misal ada guru SD. SD mulai belajar di kelas pukul 06.30-12.00. Berarti kegiatan intrakurikulernya berlangsung 5,5 jam. Nah loh, kan disuruhnya 8 jam sehari. Terus 2,5 jam lagi ngapain?. Di sinilah penguatan karakter yang dimaksud.

Seorang anak pasti ada dong interestnya. Misalkan dia suka menari atau menyanyi atau setiap pulang sekolah pergi ke madrasah. Peran guru “mengajar” 2,5 jam sisa tadi terlaksana. Jadi guru akan mengajarkan interest si anak. Kalau anaknya suka nyanyi ya gurunya ngajar nyanyi. Misal ada kegiatan yang diluar kemampuan si guru, contonya ada anak yang interest main biola lalu les biola di luar. Yowes, nanti si guru akan memantau kegiatan di luar si anak tersebut. Nilai yang diterima si anak ketika mengikuti les akan dilaporkan kepada gurunya dan dijadikan nilai tambahan untuk nilai sekolahnya. Atau misalkan sehabis sekolah si anak membantu orang tuanya, ya ngakpapa tho ngebantu orang tuanya. Bagus malah. Ya tinggal ada komunikasi antara si anak dan guru. Si anak lapor,” bu guru, saya kalau pulang sekolah harus bantu bapak jualan”. Yasudah. Tinggal tugas gurunya memantau 2,5 jam untuk pendidikan karakternya. Toh jualan berarti si anak sedang berlatih kemadiriannya. Berlatih kewirausahaannya pun dengan kegiatan-kegiatan lainnya.

Kalau anak belum ada ketertarikan akan suatu hal maka tugas guru itulah mencari dan menggembangkan ketertarikan si anak.

Jadi intinya gurunya ”make sure” anak didiknya melaksanakan pendidikan karakternya masing-masing. Nggak dilepas begitu saja. Kalau ini si pendapat pribadi saya ehehe.

Sebab profesi guru seyogianya tidak hanya mengajarkan keilmuan. Ada hal yang lebiiihhh penting yakni mendidik karakter si anak. Semoga tidak hanya menjadi anak yang cerdas tetapi juga menjadi orang baik di lingkungannya, bermanfaat, dan masih banyak lagi. Nah kalau teman-teman sering melihat orang pintar namun korupsi seperti. Karakter seperti ini kan bahaya ya. Oleh sebab itu, pendidikan karakter diutamakan dalam kurtilas. Kurikulum yang dipakai saat ini.

Oiya, kalau dipikir-pikir, full day school pasti akan memakan banyak dana sebab makan siswa juga ditanggung pemerintah. Nah, pak mentri kurang lebih juga mengatakan “full day school kan berarti makan siswa ditanggung pemerintah yang pastinya butuh uang banyak, belum mampu kita untuk anggaran sebanyak itu bahkan alokasi APBN untuk Kemendikbud sendiri akan dikurangi untuk dibagikan ke instansi dan kementrian lain”

2). Ada juga loh maksud lain sekolah sampai hari jumat

Apaan tuuh??

Jadi maksudnya adalah ketika hari sabtu dan minggu digunakan oleh siswa siswa untuk berkumpul bersama keluarga sebab memang penting menjalin keakraban dengan keluarga.
Kalau ini si kayaknya agak susah ya. Apalagi kelas 12 SMA. Kayaknya hampir setiap hari gaada liburnya :’(

Yah terlepas dari itu, kalau dibayangkan hari sabtu juga harus datang ke sekolah terus belajar dalam kelas, gimana rasanya coba.

Panjang banget ya?. Iya hehehe. Mager juga sebenernya nulis panjang gini tapi ya ini ditulis hanya sekedar untuk meluruskan full day school yang ramai dibicarakan. Bukan bermaksud mendukung atau gimana. Namun, saya hanya menyampaikan apa yang saya dengar langsung dari bapak mentri. Awalnya juga kepo, ngapain dah ini mentri bikin full day school segala  tapi ternyata ada kekeliruan di sini.,

Kebijakan yang tengah dirancang Kemendikbud ini juga belum mencapai final. Masih akan ada diskusi lebih lanjut antar pihak yang terkait. Kita tunggu aja ya nanti akan bagaimana jadinya ehehehe.

Semoga pendidikan Indonesia lebih baik kedepannya dan berhasil mencetak manusia yang tidak hanya cerdas secara keilmuan namun juga secara spiritual dan dapat berbakti pada negeri.
Semoga dengan PPK, pesan Ki Hajar Dewantara dapat terlaksana seoptimal mungkin.

Ing Ngarso Sung Tolodo
Ing Madyo Mbangun Karso
Tut Wuri Handayani

:) :) :)


Jakarta, 21 Juni 2017

Minggu, 28 Mei 2017

PPT Fisika : Teknologi Digital
















Foto Artistik







Indonesia, sejauh mataku memandang keelokan serta rupa cantikmu tak bisa terlupa. Kecantikanmu membuatku sadar bahwa ada Tuhan Sang Maha Pencipta yang menciptakan dirimu sebegitu indahnya. Memang aku belum menjelajahi keseluruhan tubuhmu. Namun, setiap bagian dari dirimu yang pernah kujejaki menyimpan kenangan tersendiri yang akan kuceritakan kepada cucuku kelak. Dan aku begitu bersyukur Alloh menjadikanmu syurga dunia yang bisa dinikmati setiap insan manusia. Kuharap generasi yang akan datang terus menjaga dirimu lebih baik dari yang dilakukan oleh generasiku.


-Tebing Kraton
-Rinjani
-Gili Trawangan

Sabtu, 27 Mei 2017

Teks Editorial : Stop Reklamasi Teluk Jakarta





Stop Reklamasi Teluk Jakarta
Oleh Farih Aminah


Permasalahan mengenai reklamasi teluk Jakarta sepertinya masih terus bergulir. Kabar terakhir datang dari Mentri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Susi memastikan kementerian yang dipimpinnya belum mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi teluk Jakarta. Izin pelaksanaan proyek teluk Jakarta juga harus melewati kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengeluarkan AMDAL atau izin lingkungan. Namun menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan menyatakan pemerintah akan tetap melanjutkan proyek reklamasi teluk Jakarta. Jika dilihat lebih dalam, tentulah mega proyek tersebut tidak perlu dilaksanakan karena merugikan rakyat dan menabrak aturan yang sudah ada.
Menurut UU No. 1 tahun 2014, reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka meningkakan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurungan, pengeringan lahan, atau drainase. Berdasarkan pengertian diatas, proyek reklamasi teluk Jakarta sepertinya tidak memenuhi kriteria. Jika dilihat secara langsung, proyek ini jelas merusak ekosistem pantai. Hal tersebut diperkuat dengan  kajian yang dilakukan Komite Bersama reklamasi Pantai Utara Teluk Jakarta. Kajian tersebut merekomendasikan agar proyek reklamasi dihentikan karena terbukti berdampak buruk dengan mencermarka dan  merusak lingkungan.
Selain itu, studi yang dilakukan Kementrian Lingkungan Hidup juga membuktikan  proyek reklamasi Jakarta akan memberikan dampak negatif, salah satunya memperparah potensi banjir di DKI Jakarta yang diakibatkan berubahnya bentang alam dan aliran air di kawasan Jakarta Utara. Reklamasi menyebabkan terbentuknya kelandaian, komposisi sedimen  sungai, pola pasang surut, san merusak kawasan tata air. Alih-alihdapat mengurani banjir, megaproyek dengan nilai fantastis ini malah menjadi sumber banjir yang baru.
Pulau yang akan dibangun pun belum jelas peruntukkannya, akankah para nelayan yang tinggal di sekitar diberikan tanah di pulau tersebut?. Sepertinya tidak. Pembuatan pulau buatan jelas memakan banyak biaya. Tanah di pulau tersebut pasti akan dijual lebih mahal agar pihak pembangun memperoleh keuntungan. Para nelayan yang tempat tinggalnya tersisihkan jelas tidak mampu untuk membeli tanah disana. Lantas dapat disimpulkan bahwa tanah dan keuntungan di pulau buatan ditujukan kepada kaum ekonomi menengah keatas.
Jika proyek reklamasi tetap dilanjutkan, pelaksanaan reklamasi merupakan praktik maladministrasi dan perbuatan melawan hukum. Majelis Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan mengabulkan gugatan Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia yang meminta pengadilan mencabut SK Gubernur DKI yang memberikan izin proyek reklamasi di pulau G kepada anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudera. Putusan yang dikeluarkan ketua majelis hakim, Adhi Budi Sulistyo didasarkan pada sifat reklamasi yang tidak mendesak dan tidak ditujukan untuk kepentingan masyarakat luas. Izin reklamasi yang diberikan perusahaan pengembang dalam proyek reklamasi Pulau G, PT Muara Wisesa Samudra, tidak sah. Alasan itu juga didasarkan pada tidak dicantumkannya peraturan pengelolaan wilayah pesisir atau tidak ada rencana zonasi kawasan pesisir. Selain itu, dilanjutkannya proyek reklamasi juga dinilai melangkahi proses moratorium oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  yang mewajibkan pengembang untuk melakukan analisis dampak lingkungan untuk memperbaiki izin lingkungan.
Para nelayan dalam aksi demonstrasi mangatakan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan sama sekali dalam proyek teluk Jakarta. Padahal seharusnya semua komponen yang terkena dampak reklamasi dilibatkan apalagi mereka merupakan warga yang menerima dampak langsung proyek reklamasi. Izin lingkungan yang dikatakan oleh pemerintah DKI juga tidak melibatkan para nelayan sedangkan analisis dampak sosial ekonomi dari sisi penduduk sekitar juga harus ada. Ini berarti pemerintah daerah DKI hanya berjalan sendiri tanpa menggandeng rakyat yang terkena dampak secara langsung. Jika sudah begini, berarti tujuan awal reklamasi tidak sesuai dengan kenyataan.


Tujuan reklamasi memang baik. Namun, hal ini tidak sesuai jika diterapkan di teluk Jakarta karena dalam penerapannya reklamasi teluk Jakarta merugikan rakyat dan menabrak aturan yang sudah ada.

Jumat, 26 Mei 2017

Laporan Buku : Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta T.






DAFTAR ISI


Identitas Buku…………………………………………... 2
Sinopsis …………………………………………………. 3
Unsur Intrinsik…………………………………………… 4
Unsur Ekstrinsik…………………………………………. 8




IDENTITAS BUKU

·         Judul : Gadis Pantai
·         Penulis : Pramoedya Ananta Toer
·         Penerbit : Lentera Dipantara
·         Tahun terbit : Juli 2003
·         Genre : Roman
·         Halaman : 272



SINOPSIS

Gadis pantai adalah anak kampung nelayan berusia empat belas tahun sewaktu dinikahkan dengan Bendoro,pembesar asal Bima. Gadis Pantai pada awalnya merasa bingung, dengan siapa ia dinikahkan karena ketika pernikahannya, Bendoro tidak menghadiri upacara pernikahan sendiri,melainkan hanya diwakili sebilah keris. Setelah pernikahan, Gadis Pantai harus pindah ke kota untuk tinggal bersama Bendoro namun Gadis Pantai tidak mau pindah ke rumah mewah di kota itu tetapi kenyatannya Gadis Pantai tetap diantarkan orang tuanya yang berpikir Gadis Pantai akan hidup berbahagia dan nyaman di sana.
Di rumah Bendoro tersebut ada seorang hamba sahaya tua (mbok) yang mengajarkan kepada Gadis Pantai segalanya yang harus dia tahu dan lakukan untuk memelihara kesenangan Bendoro. Gadis pantai namanya diganti jadi Mas Nganten. Selain mbok tidak ada orang pun di rumah itu yang peduli pada Mas Nganten. Suatu waktumbok diusir akibat mengkritik anak-anak yang ada di rumah Bendoro. Mbok digantikan oleh Mardinah yang sombong nan jahatanak seorang jurutulis dari kota. Sikapnya berani kepada Gadis Pantai. Belakangan terungkap bahwa dia diutus Bendoro Putri bupati Demak untuk mengupayakan agar anak Bendoro Putri bisa dinikahi oleh suami Gadis Pantai. Mardinah diberi janji apabila berhasil maka dia akan diambil jadi istri kelima. Perlahan Gadis Pantai yang berasal dari kampung itu mulai menyadari bahwa pernikahannya hanya percobaan saja dan Bendoro akan menikah lagi dengan wanita dari kalangan bangsawan.
Setelah dua tahun pernikahannya berlalu, Gadis pantai mendapat izin untuk mengunjungi orang tuanya di kampung. Disitu Gadis Pantai mengalami perubahan perilaku orang kampung terhadap dirinya. Gadis Pantai dianggap Bendoro, priyayi bukan orang kampung lagi. Itu merupakan hal yang sangat menyedihkan dan menyakitkan untuk Gadis Pantai. Setelh tiga tahun pernikahannya, Gadis Pantai melahirkan bayi perempuan. Beberapa saat kemudian dia diceraikan dan diusir dari rumah Bendoro. Bayinya ditahan disana. Bapak Gadis Pantaimenemani Gadis Pantai untuk kembali ke kampung mereka. Namun ditengah perjalanan, setelah meminta izin bapaknya Gadis Pantai memutuskan untuk pergi jauh dari kampung akibat malu yang tak terbendung.


UNSUR INTRINSIK

·         Tema
Sistem feodalisme dan budaya adat Jawa.

·         Plot
Maju
Awal cerita,dimulai ketika Gadis Pantai yang tinggal di kampung nelayan pada masa penjajahan Belanda dinikahkan kemudian dibawa ke rumah Bendoro, kehidupannya kemudian disana, bagaimana ia menyesuaikan diri sebagai ‘wanita utama’, menjalani hidup dengan Bendoro, mengandung dan melahirkan bayinya dengan Bendoro serta bagaimana ia diusir dari oleh Bendoro setelah melahirkan bayi pertamanya yang berjenis kelamin perempuan dan ia memutuskan untuk pergi ke Blora karena malu dengan Emak dan tetangganya di kampung.

·         Perwatakan

è Gadis Pantai (baik hati, polos, dan tidak sombong)
“Aku tak butuhkan sesuatu dari dunia kita ini. Aku Cuma butuhkan orang yang tercinta, hati-hati yang terbuka, senyum, tawa, dan dunia tanpa duka, tanpa takut.”(Gadis Pantai-hal 138)

è Bendoro (semena-mena dan egois)
“Kau milikku. Aku yang menentukan apa yang kau boleh dan tidak boleh, harus dan musti kerjakan. Diamlah kau sekarang. Malam semakin larut.”(Gadis Pantai-hal 136)

è Mbok (penyayang)
“Aku ingin mbok sayangi aku.”
“Apa kurang sayang sahaya?”
“Akui ingin senangkan hati mbok.”
“Apa dikira sahaya kurang senang layani Mas Nganten?”
(Gadis Pantai-hal 96)

è Mardinah (sombong)
“Apa bapak Mas Nganten? Nelayan, bukan? Benar, sahaya tidak salah. Mas nganten tahu siapa orangtua sahaya?. Pensiunan jurutulis.” (Gadis Pantai-hal 25)

è Bapak (keras)
“Apa kau bilang?”tanyanya sekali lagi dengan suara mengeras membentak. (Gadis Pantai-hal 270)

è Emak (rela berkorban)
“Aku dan bapakmu banting tulang biar kau rasakan pakai kain, pakai kebaya, kalung, anting seindah itu. Dan gelang ular itu….”(Gadis Pantai-hal 13)

·         Latar

è Latar Tempat
ü  Rumah besar tempat tinggal Bendoro
“ Mereka sedang menghirup udara pagi di kebun belakang. Dan kebun belakang itu jauh lebih besar dari seluruh kampung nelayan tempat iadilahirkan dan dibesarkan. Seluruhnya terpagari dinding tembok tinggi.
(Gadis Pantai-hal 40)

ü  Kampung Gadis Pantai
” Bocah-bocah pada berkicau mengenalkan keanehan pantai waktu gadis pantai lebih jauh lagi berjalan, yang nampak dan tercium masih yang dulu juga: ampas manusia yang berbaris sepanjang pantai, berbaris tanpa komando.”

“ Lihatlah,” ia menuding pada laut, “ dia tidak berubah” kemudian membalik badan menuding ke kampung. “ Dia pun tak berubah. Atap – atap rumbainya tak ada yang baru. Pohon-pohon kelapa itu kulihat tak bertambah. Ada yang mati sepeninggalanku?”(Gadis Pantai-hal 176).

è Latar waktu
Kisah Gadis Pantai dilukiskan pada awal abad dua puluh.

”Ia telah tinggalkan abad sembilan belas, memasuki abad dua puluh.”(Gadis Pantai-hal 11)

è Latar suasana
ü  Sunyi
“Gadis Pantai tersandar sekarang betapa takutnya ia pada kesunyian,pada keadaan tak boleh bergerak.”(Gadis Pantai-hal 35)
ü  Ketakutan
“Ia takut. Ia tak pernah diajar menggunakan bahasa yang biasa yang dipergunakan di kota. Ia diam saja.”(Gadis Pantai-hal 40)
ü  Senang
”Kembali Gadis Pantai tertawa senang. Ia temukan dalam logat kusir bahasa  yang selama ini ia rindukan. Yang selama ini ingin ia ucapkan: kata-kata yang kelauar dari hati yang lugu – dari hati yang tertindas.”(Gadis Pantai-hal 143)
”Suasana tiba-tiba menjadi riang gembira.Orang tertawa riuh-rendah. Pendongen jadi sasaran. “(Gadis Pantai-hal  200)
·         Sudut pandang
Sudut pandang orang ketiga tidak terbatas, sudut penglihatan Yang Berkuasa, atau pengarang serba  tahu.

”Inilah tebusan janjiku. Pada dia yang tak pernah ceritakan sejarah diri. Dia yang tak pernah ku ketahui namanya. Maka cerita ini kubangun dari berita orang lain, dari yang dapat kusaksikan, kukhayalkan, kutuangkan.”(Gadis Pantai-hal 9)

“Empat belas tahun umurnya. Waktu itu. Kulit langsat.Tubuh kecil mungil. Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan jadilah ia bunga kampung nelayan sepenggal pantai Keresidenan Jepara Rembang.”(Gadis Pantai-hal 11)

“ Mak juga nangis.” Gadis Pantai menyela  antara
sedannya. (Gadis Pantai-hal 14)

·         Gaya bahasa
Menggunakan majas dan gaya bahasa retoris berupa pencitraan.

è Majas
ü   Majas simile
”Tertinggal  Gadis Pantai seorang diri dalam ruangan besar yang tak pernah diinjaknya semula, laksana seekor tikus di dalam perangkap.”(Gadis Pantai-hal 35)
ü  Majas Metafora
”Dinding-dinding batu tebal itu bisu-kelabu tanpa hati.”(Gadis Pantai-hal 36)
ü  Majas Personifikasi
“Tapi lapar tetap membelit-belit dalam perutnya.”(Gadis Pantai-hal 43)
è Peribahasa dan pencitraan
ü  Peribahasa
“Berakit-rakit ke hulu.”(Gadis Pantai-hal 38)
ü  Pencitraan penglihatan
“Empat belas tahun umurnya waktu itu. Kulit langsat. Tubuh kecil mungil.Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya.”(Gadis Pantai-hal 11)
ü  Pencitraan penciuman
“Dan beberapa hari setelah itu sang gadis harus tinggalkan dapurnya, suasana kampungnya, kampunya sendiri dengan bau amis abadinya.”(Gadis Pantai-hal12)
ü  Pencitraan pendengaran
“Ia masih ingat waktu tong-tong bambu kepala Kampung bertalu tanpa hentinya sampai bayi tarakhir dapat malarikan dari kampung yang terkepung maut.”(Gadis Pantai-hal 43)
ü  Pencitraan perabaan
“Dan pakaian yang terlalu ringan dan halus itu masih juga memberinya perasaan ia masih telanjang bulat.”(Gadis Pantai-hal 29)

·         Amanat

è Manusia semua sama. Tidak boleh ada perbedaan antar sesama karena derajat, gender, dan harta. Kita harus saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
è Jangan terjebak pada sistem budaya yang membatasi atau memisah kedudukan manusia.
è Jangan suka menindas orang lemah.



UNSUR EKSTRINSIK

·         Biografi penulis
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925, sebagai anak sulung Bapak Mastoer dan Ibu Oemi Saidah. Pramoedya Ananta Toer terlahir di kalangan keluarga yang terdidik dan religius. Hal tersebut dapat dijelaskan karana  ayah Pramoedya Ananta Toer merupakan seorang guru di Instituut Boedi Oetomo (IBO). Adapun, sisi religiusitas dalam keluarga Pramoedya Ananta Toer berasal dari silsilah ibundaya yang merupakan anak Penghulu Rembang Haji Ibrahim.

Pramoedya Ananta Toer adalah seorang terdidik. Ia telah mengenyam  berbagai  tingkat  pendidikan diantarnya  sekolah  dasar hingga  meneruskan ke sekolah kejuruan radio (Radio Vakschool) di Surabaya. Lain dari itu, ia juga pernah bersekolah di Jakarta mengikuti pendidikan Taman Siswa tingkat dewasa (SLP) dan pernah juga masuk di Sekolah Tinggi Islam. Setelah mengenyam berbagai pendidikan, ia juga lulus dari kursus mengetik dan stenografi.

Adapun, seletah menempuh beberapa tingkat pendidikan akhirnya menghantarkan  Pramoedya  ke  dunia  kerja. Pramoedya  Ananta  Toer pernah bekerja sebagai juru ketik di kantor berita  Jepang Domei. Disebabkan beberapa  hal akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaanya  sebagai juru ketik tersebut. Pada Bulan Oktober 1945 akhirnya  ia bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan bertugas di Cikampek. Beberapa tahun di BKR akhirnya Pramoedya Ananta   Toer   resmi   keluar   pada   1   Januari   1947   dan   kemudian mendapatkan  pekerjaan  baru  pada  „ The  Voice   of Free Indonesia‟ .

Pekerjaan Pram sebagai  redaktur penerbitan ini tak berlangsung lama karena ia harus dipenjara untuk pertama kalinya oleh Belanda pada Juli1947 sampai  Desember 1949. Adapun, selanjutnya Pramoedya Ananta Toer juga  kembali dipenjara selama 14 tahun oleh pemerintahan Orde Baru dengan tuduhan terlibat dengan parpol PKI sejak tahun 1965 sampai1979. Pada 21 Desember 1979 tersebut ia mendapat surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat dalam G30S PKI.

Pramoedya Ananta Toer merupakan pengarang yang  produktif karena di zaman yang susah dan di tengah-tengah kesibukannya bekerja dan di dalam  penjara ia masih sempat menuliskan beberapa karya.  Hal tersebut terbukti pada tahun 1950 sampai tahun 1952 ia berhasil menerbitkan tiga kumpulan  cerpen dan empat novel. Kumpulan  cerpen tersebut yaitu Pertjikan Revolusi, Subuh, Tjerita dari Blora, dan keempat roman tersebut  adalah Perburuan, Keluarga Gerilja, Ditepi Kali Bekasi,dan Mereka Jang Dilumpuhkan. Sejak tahun 1950 itulah ia mulai terkenal dan aktif berkarya di dunia sastra.

Kehidupan Pramoedya Ananta Toer sebagai sastrawan juga tidak terlepas dari kehidupan sosial politik. Diketahui ia mempunyai jiwa nasionalis dengan bergabung bersama BKR. Adapun, sejak tahun 1957 ia mulai dikenal aktif dalam dunia politik Indonesia dengan menulis karangan yang mendukung politik Presiden Soekarno yang berorientasi pada  demokrasi terpimpin. Kehidupan sosial dan politis Pramoedya Ananta Toer juga terlihat ketika dirinya dilibatkan untuk pertama kali dalam Lekra pada Januari 1959. Lekra merupakan lembaga kebudayaan yang kedudukannya berada di bawah naungan PKI. Sejak ketergabungannya di Lekra tersebut Pramoedya Ananta Toer  aktif menyuarakan  perlawanan  pada  penindasan  imperialisme  dan kolonialisme.

Keaktifan dan perhatian Pramoedya Ananta Toer dalam dunia politik indonesia tercermin dari berbagai tulisannya. Adapun, ia pernah menyatakan   dalam   tulisaanya   bahwa   yang   menjadi   biang   keladi kegagalan-kegagalan Indonesia  adalah sistem demokrasi liberal yang mendasarkan segala-galanya pada faktor uang, tidak pada jiwa-jiwa yang setiap  saat  dapat  berkembang kalau dibimbing  secara tepat  dan  baik.

Selain pandangan politik, Pramoedya Ananta Toer juga menetaskan pandangan sastra yaitu dengan visi realisme sosial. Adapun, visi sastra Pram tersebut dimaksudkan pada humanisme sosial atau humanisme proletar yang memperjuangkan rakyat dalam melawan penderitaan dan penindasan dari kaum kapitalis dan imperialis.Novel Gadis Pantai ditulis oleh  Pramoedya Ananta Toer pada tahun 1962-1965 dan mula-mula terbit sebagai cerita bersambung dalam lampiran kebudayaan Lentera. Adapun, melalui proses yang penuh likaliku akhirnya novel ini berhasil diterbitkan oleh Hasta Mitra pada tahun1987.

Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer merupakan kisah yang mempunyai kemiripan dengan kehidupan keluarganya. Nenek Pram dari pihak ibu yaitu bernama Satimah. Ia disunting sebagai selir oleh kakek Pram yaitu seorang  Penghulu Rembang. Tetapi setelah melahirkan anak (ibunya Pramoedya), Satimah dicerai. Kisah kehidupan nenek Pram tersebutlah yang kemudian menjadi prototipe Gadis Pantai.Penceritaan  Novel  Gadis  Pantai  yang  ternyata  sangat  dekat dengan sejarah kehidupan keluarga, memang sesuai dengan pandangan sastra  Pram. Pramoedya Ananta Toer berpandangan bahwa pentingnya bagi dia latar kenyataan hulu, data-data, fakta-fakta, untuk menciptakankarya   sastra;  ia selalu  memerlukan  setting  dalam  kenyataan untukmemberikan  ruang  yang  meyakinkan  bagi  cerita  itu  untuk dapat berlangsung   dengan  mantap. 
(Dirangkum dari A. Teww, 1997: 2 – 45 dan  pengantar Novel Gadis Pantai, 2011).

·         Nilai religi

è Keharaman suatu kegiatan
“Jangan main bola! Haram! Haram! Tak ingat pesan ayahanda? Itu perbuatan perbuatan terkutuk orang-orang murtad. Ingat! Kepala Hasan-Husin yang mereka tendang! Apa Agus mau jadi kafir juga?”(Gadis Pantai-hal 21)
è Beribadah kepada Tuhan
“Untuk pertama kali dalam hidunya Gadis Pantai bersuci diri dengan air wudu dan dengan sendirinya bersiap untuk bersembahyang.”(Gadis Pantai-hal 34)
“Bendoro di depan sana berukuk. Seperti mesin ia mengikutiBendoro-di sana bersujud, ia pun bersujud, Bendoro duduk ia pun duduk.”(Gadis Pantai-hal 36)
è Mengucap syukur kepada Tuhan
“Bersyukurlah di sini kau akan selalu makan nasi. Insya Allah.Tuhan akan selalu memberkati.”(Gadis Pantai-hal 40)

·         Nilai politik

è Keberanian menghadapi Belanda
“Kasihan mendiang Den Ajeng Tini. Begitu berani. Siapa lebih berani dari beliau?Mengahadapi Belanda mana saja tidak takut. Pembesar-pembesar sendiri pada hormat.”(Gadis Pantai-hal 70)
è Kedudukan daerah yang berbeda
“Perkawinan Bendoro Bupati semakin dekat. Bendoro semakin jarang di rumah. Kota mulai dihias. Putri dari kraton Solo harus disambut lebih hebat dari putri kabupaten Jepara.”(Gadis Pantai-hal 71)
è Perlawanan terhadap Belanda
“Kau hanya baru sampai melawan para raja, pangeran, dan bupati. Satu turunan tidak bakal selesai.Kalau para raja, pangeran, dan bupati sudah dikalahkan, baru kau bisa berhadapan pada Belanda.”(Gadis Pantai-hal 121)
·         Nilai budaya

è Kebiasaan memakai sanggul dan berdandan bagi kaum priyai
“Tapi ia diam saja waktu bujang menyisirinya kembali serta memasangkan sanggul yang telah dipertebal dengan cemara, serta menyuntingkan bunga cempaka di sela-sela.”(Gadis Pantai-hal 55)
è Budaya membatik
“Gadis Pantai mulai membatik, seorang guru batik didatangkan.”(Gadis pantai-hal 69)
è Pertunjukkan wayang kulit
“Sekali seorang kota membawa wayang kulit ke kampung nelayan.”(Gadis Pantai-hal 85)

·         Nilai adat

è Kehadiran mempelai pria dalam pernikahan dapat digantikan oleh keris
“Kemarin malam ia telah dinikahkan. Dinikahkan dengan sebilah keris. Kini ia istri sebilah keris,wakil seorang yang tak pernah dilihatnya seumur hidup.”(Gadis Pantai-hal 12)
è Perempuan priyai tiak boleh bekerja
“Di sini kau tak boleh kerja. Tanganmu harus halus seperti beludu. Wanita utama tak boleh kasar.”(Gadis Pantai-hal 37)
è Rakyat jelata harus membungkuk dan berjalan mundur
“Ia berlutut, membungkuk, berlutut berjalan mundur. Sampai di pintu ia berhenti sebentar, menebarkan pandangan jauh ke depan, pada Bendoro.”(Gadis Pantai-hal 38)

·         Nilai sejarah

è Berperang bersama Pangeran Diponegoro
“Waktu Pangeran Diponegoro kalah perang-kakek lari lagi bersama seorang priyayi yang juga ikut huru-hara.”(Gadis Pantai-hal 57)
è Pernikahan R.A.Kartini dan kematiannya
“Tentang perayaan perkawinan Raden Ajeng Kartini beberapa tahun yang lalu, dan tentang upacara pemakamanya juga beberapa tahun yang lalu,”(Gadis Pantai-hal 60)
è Kerja rodi zaman penjajahan Belanda

“Lantas saya dikirim ke Jepara sana buat kerja rodi, tanam coklat.”(Gadis Pantai-hal 61)

[BANGKOK JOURNAL PART 1: 46th APDSA ANNUAL CONGRESS 2019]

 46th ASIA PACIFIC DENTAL STUDENT ASSOCIATION ANNUAL CONGRESS 2019 THAILAND OKAY HUFT! After dealing with problems, I finally make this...